CERPEN: Berawal Dari Kejujuran

Minggu, 27 Desember 2009

Pagi yang cerah di sebuah pedesaan.
“Ibu jangan jualan dulu ya. Biar Dika yang jualan” kata Dika sambil merapikan sayuran kangkung dan Ubi di sepeda gerobaknya. Dika adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ayahnya telah meninggal sejak Dika masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Karna itu Dika terpaksa putus sekolah Ibunya tak mampu membiayai sekolahnya. Sekarang Dika yang harus membantu membiayai kehidupan keluarganya. Sedangkan Ibunya hanya berjualan sayur kangkung dan ubi.
“Ntar kamu kecapekan. Ibu gak kenapa-kenapa kok” jawab Ibunya yang masih terbaring lemas di kasur yang terbuat dari papan dan kardus.
“Ibu itu sakit. Aku gak mau Ibu tambah parah gara-gara kecapekan. Biar aku aja yang jualan”
“Makasih ya Nak. Hati-hati ya…”
“Gak usah bilang makasih Bu. Sebagai anak tertua aku harus membantu Ibu. Aku berangkat dulu ya Bu. Assalamualaikum” kata Dika mencium tangan Ibunya.
“Iya Nak. Wa’alaikumsalam”
“Dek jaga Ibu ya. Kalo Ibu minta apa-apa tolong bantuin” kata Dika ke Adiknya Suci.
“Iya Kak”


Sesampai di Pasar…
“Heh… Ibu kamu tuh belum bayar kontrakan tiga bulan, terus Ibu kamu tuh belum bayar utang!! Kapan mau bayar?” kata Ibu-ibu yang memakai perhiasan sangat banyak di leher,tangan, dan telinga.
“Maaf Bu. Ibu saya belum ada Uang. Apalagi Ibu saya sedang sakit, kami saja gak sanggup untuk membeli obat”
“Bodo amat. Mau sakit mau mati itu bukan urusan saya. Yang penting bayar uang kontrakan dan utang Ibu mu itu!!” bentak Ibu-ibu itu. Orang yang lalu lalang memperhatikan mereka.
“Saya usahain akan membayar semuanya. Tapi saya mohon pengertiannya Bu. Beri waktu lagi buat saya” kata Dika memohon.
“Kamu sama aja kayak Bapakmu itu. Bosen saya ngedengernya! Saya beri waktu seminggu lagi. Kalo sampai gak bayar juga saya usir kamu dari kontrakan saya”
“Iya Bu” kata Dika tertunduk lemas.

Dika berjalan dengan lemas sambil menuntun sepedanya. Hari ini dagangannya sepi. Dika masih memikirkan bagaimana cara membayar utang-utang itu semua. Adzan zuhur telah berkumandan, Dika mampir ke mushola untuk sholat.
Dika melanjutkan jalannya lagi di jalan Dika melihat benda terjatuh. Dika mengambil benda itu, ternyata benda itu adalah tabungan beserta kartu ATM. Dika langsung berpikir kemana-mana. Antara untuk di pakai buat bayar utang dan obat untuk Ibunya. Tapi Dika memilih untuk bertanya dahulu ke Ibunya.

Sesampai di rumah…
“Kak Ibu dari tadi batuk-batuk terus. Mukanya pucat” kata Adiknya gugup. Dika langsung menjatuhkan sepedanya di depan halaman.
“Ibu kenapa?” Tanya Dika ketakutan.
“Ibu Cuma batuk-batuk saja. Ibu gak kenapa-kenapa kok Nak.” Kata Ibunya tersenyum berusaha membuat anaknya tenang. Walaupun Ia merasa sangat sakit.
“Maafin aku Bu. Aku gak bisa bawa Ibu ke dokter. Aku anak yang gak berguna.” Kata Dika terisak tangis dan merasa bersalah sebagai anak yang tertua.
“Tadi Ibu kontrakan ke pasar. Dia bilang kita harus lunasin uang kontrakan tiga bulan dan hutang-hutang kita. Kita di kasih waktu hanya seminggu” tangisan Dika makin keras. Ibunya berusaha bangun dari tempat tidur dan memeluk Dika.
“Anak ku, jangan suka menyalahkan diri sendiri, kita harus tabah dan sabar menghadapi cobaan ini. Rajin-rajinlah kamu solat, berdoa dan mengaji, semoga Allah mendengar semuanya. Dan membantu kita yang dalam kesulitan ini.” Kata Ibunya menenangkan Anaknya. Ibunya selalu tabah dan sabar menghadapi cobaan yang Ia hadapi.
“Kenapa Allah gak adil dengan kita!! Kenapa orang-orang yang tidak taat dengannya harus mendapatkan kebahagiaan?” kata Dika sambil menangis meratapi kehidupannya yang begitu banyak cobaan.
“Anakku Allah Maha Adil dan Maha Mendengar. Kita sedang di uji kesabarannya dan ketabahan kita. Kita juga harus bersyukur masih di beri nikmat, jasmani dan rohani. Lihat pengemis-pengemis di jalan. Ada yang kehilangan salah satu tubuhnya. Seperti kaki, tangan. Kita harus bersyukur dengan ini semua. Jangan pernah bilang Allah itu tidak Adil. Karna di setiap cobaan Allah akan menunjukan jalannya” kata Ibunya. Dika menganggukan kepalanya.
“Gitu ya Bu? Bu aku menemukan buku tabungan beserta kartu ATM apa kita pakai saja buat bayar kontrakan dan hutang kita? Mungkin ini jalan yang di berikan Allah” kata Dika menunjukan buku tabungannya.
“Nak jangan pernah mengambil barang yang bukan milik kita. Itu gak baik”
“Tapi Bu, ini satu-satunya harapan kita.”
“Jangan Nak. Pokoknya kamu balikan ke pemiliknya.” Kata Ibu.
“Yaudah deh Bu. Besok aku balikan ke pemiliknya. Tapi gimana caranya kita bisa bayar semua hutang?” Dika masih bimbang.
“Anakku jangan pernah memakai barang yang bukan milik kita. Balikan ya Nak, urusan itu nanti kita pikirkan lagi” kata Ibu meyakinkan Dika.
“iya Bu”

Pagi-pagi sekali sehabis solat subuh, Dika menyiapkan sarapan pagi untuk Adik-adiknya dan Ibunya. Selesai itu, Dika langsung bergegas berangkat ke alamat yang dituju.
“Ibu Dika berangkat dulu ya.” Pamit Dika.
“Ya Nak. Hati-hati ya. Ini ada uang lima ribu buat jaga-jaga kalo ada apa-apa. Ni Ibu bawakan air buat di perjalanan”
“Gak usah Bu. Uangnya di simpan aja buat Ibu”
“Gak pa-pa kok Nak. Ambil aja. Ingat ya Dika, balikan barang itu ke pemiliknya”
“Iya Bu, Dika akan balikan barang ini ke pemiliknya. Dika berangkat ya, Assalamuallaikum”
“Wa’allaikumsalam hati-hati ya nak”

Di perjalanan Dika sangat semangat untuk mengembalikan barang itu ke pemiliknya di kota Jakarta nan luas. Dika bertanya-tanya tentang alamat itu. Ternyata sangat jauh dari tempat tinggal Dika. Keringat bercucuran sampai baju yang di pakai basah, matahari juga mulai bersinar.
Sesampai di rumah itu Dika terpesona dengan rumah yang sangat megah dan indah itu. Dika menekan bel rumah
“Maaf mencari siapa ya?” Tanya Ibu setengah baya itu.
“Apa benar ini rumah Bapak Andi?”
“Iya benar. Ada apa ya?”
“Boleh saya bertemu dengannya?”
“Tunggu sebentar ya”
“Ada apa ya Nak?” Tanya Bapak Andi.
“Pak saya ingin mengembalikan barang yang terjatuh dan ada nama Bapak di buku ini”
“Astagfirullah’alazim. Ini punya saya. Terima kasih ya Nak.” Kata Pak Andi senang.
“Iya sama-sama Pak” kata Dika tersenyum
“Boleh saya minta alamat kamu?” Tanya Pak Andi sambil menyodorkan kertas kecil dan bulpoin.
“Ini Pak alamat rumah saya. Saya pamit dulu ya Pak”
“Iya..iya. sekali lagi terima kasih ya Nak”
“Iya Pak. Assalamuallaikum”
“Wa’allaikumsalam”

Dua minggu kemudian Pak Andi datang ke rumah Dika. Tapi rumahnya sepi, ternyata Dika sudah di usir oleh Ibu kontrakan itu. Pak Andi sangat kecewa karna baru saja Ia ingin mengasih sebagian rezekinya dari Undian Bank. Saat di perjalanan tidak jauh dari pasar tempat Dika berjualan Pak Andi bertemu dengan Dika yang sedang berjualan sayur kangkung dan ubi. Pak Andi langsung meminggirkan mobilnya ke tepi jalan dan turun menghampiri Dika.
“Permisi, kamu yang dulu pernah mengembalikan buku tabungan dan ATM saya kan?” kata Pak Andi.
“Eh Pak Andi. Iya saya Pak. Ada apa ya Pak?” kata Dika langsung mencium tangan Pak Andi.
“Boleh saya minta waktu sebentar?”
“Boleh. Memang ada apa Pak?”
“Sekarang kamu tinggal dimana? Tadi Bapak ke rumah kamu tapi sepi, katanya kamu sudah pindah?” Tanya Pak Andi, Dika hanya tertunduk.”Kenapa Nak? Cerita sama Bapak?”
“Kami sudah di usir dari kontrakan karna kami tak sanggup membayar kontrakan tiga bulan dan kami tak sanggup membayar hutang Ibu. Ayah saya sudah meninggal waktu saya masih Sekolah Dasar. Jadi saya yang membantu Ibu berjualan sayur dan Ubi. Ibu saya sakit-sakitan terus. Sekarang…” Dika langsung meneteskan air matanya dan menarik nafas untuk melanjutkan ceritanya lagi. “Sekarang Ibu saya meninggal. Kami tak sanggup untuk membawa Ibu ke dokter. Saya kehilangan kedua orang tua saya lagi Pak” Dika menangis dengan keras karna Dika masih tidak rela kehilangan Ibunya yang selalu merawat Dika dan yang selalu memberi semangat dalam mengahadapi hidup yang berliku ini.
“Sekarang kamu tinggal sama siapa?” Tanya Pak Andi. Hatinya terpukul ketika mendengar cerita Dika, karna Ia terlambat untuk mengetahui ini semua.
“Saya tinggal di kolong jembatan Pak bersama tiga adik-adik saya” kata Dika mengelap air matanya.
“Nak, karna kamu sudah mengembalikan buku tabungan beserta ATM saya, saya ingin membalas kebaikan kamu itu, zaman sekarang jarang sekali ada orang yang mau mengemblikan barang yang bukan miliknya, tapi kamu mau mengembalikan itu dengan susah payah kamu jauh-jauh ke rumah saya. Dan kebetulan saya mendapatkan undian, saya akan serahkan sebagiannya untuk kamu dan adik-adik mu” kata Pak Andi tulus. Dika hanya diam membisu mendengar itu semua.
“Bapak serius?” Tanya Dika tak percaya.
“Iya lah Nak” jawab Pak Andi tersenyum.
“Terima kasih banyak Pak” kata Dika langsung memeluk Pak Andi seolah Anak dengan Bapak. Sampai Dika meneteskan air matanya.
“Sama-sama Nak” Pak Andi membalas pelukannya.”Ada lagi yang mau Bapak tanyakan ke Dika”
“Apa Pak?”
“Maukah kamu dan adik-adikmu saya angkat sebagai anak saya?” Tanya Pak Andi. Mata Dika berbinar-binar mendengar kata-kata Pak Andi itu.
“Bapak mau angkat saya dan adik-adik saya sebagai anak?” Tanya Dika tak percaya. Pak Andi menganggukan kepalanya dengan mantap sambil tersenyum. Dika langsung memeluk Pak Andi. Karna Dika akan mendapatkan kasih sayang lagi dari seorang ayah.
Perasaan Dika sangat senang begitu pun dengan adik-adiknya karna mereka di biayai untuk sekolah dan tinggal bersama Pak Andi. Jadi janganlah kamu beranggapan bahwa Allah tak adil. Setiap cobaan pasti Allah akan memberikan jalan keluar. Dan Allah telah memberikan jalan yang terbaik untuk orang-orang yang taat padanya. Di balik semua itu akan ada hikmahnya.




selesai

CERPEN: Bunga Hati

Bunga Hati…

“Puput… gue seneng banget…” kata Bunga memeluk Puput sesampai di kelas.
“Wiss… tenang-tenang. Lepasin dong. Berat tau. Duduk dulu dong.“ kata Puput.
“Hehe… maaf ya…” jawab Buga cengar-cengir melepas pelukkannya.
“Kayaknya lo seneng banget? Ada yang falling in love neh??” kata Puput menggoda.Bunga tersenyum.
“Gue seneng banget. Tadi malem dia ngajak gue jalan. Terus dia ngungkapin perasaanya.” Kata Bunga senyam-senyum.
“Terus??”
“Terus gue terima deh.” Kata Bunga senang.
“Lo yakin gak salah pilih…?” kata Puput ragu.
“Yakin. Gue sayang banget sama dia.”
“Yaudah… selamat ya…”
“Iya… makasih”
“Jangan lupa PJnya?” kata Puput menyikut lengan Bunga.
“Minta aja ke Rio?.”
“Wuu…”
“Oya Put, ntar gue gak bisa bareng lo. Gue mau di anterin pulang sama Rio. Maaf ya Put? Gak pa-pa kan? Tapi kalo lo gak ngizinin juga gak pa-pa”
“Udah gak pa-pa… lo pulang aja sama dia. Dia kan cowok lo. Jadi gak ada salahnya dong lo pulang sama dia. Gue juga gak berhak ngelarang-larang” jawab Puput tersenyum.
“Makasih banget ya Put… lo emang sahabat gue yang paling bisa ngertiin gue, and lo sahabat gue yang paling baik.” Bunga memeluk Puput.
“Iya… makasih atas rayuanya…” mereka berdua tertawa.

sepulang sekolah....
"Put gue pulang duluan ya?" kata Bunga.
"Iya. hati-hati ya. Rio hati-hati ya?" kata Puput.
"Iya tenang aja. gue duluan ya Put" jawab Ryo.
"Kalian berdua udah saling kenal?" tanya Bunga bingung.
"Mmm... ya gitu..." jawab Puput bingung. Bunga jadi curiga.
"Yaudah ya. dah..." kata Ryo mengalih pembicaraan. dan motor Rio pun melaju.

Di perjalanan…
“Kamu kenal Puput?? Kamu kok gak cerita ke aku??” Tanya BUnga masih penasaran.
“Maaf deh sayang… iya aku kenal dia waktu aku mau kenalan sama kamu” jawab Rio.
“Oh…” jawab Bunga singkat.
***

Seminggu kemudian…
“Hay Bunga… lo udah sembuh??” Tanya Puput melihat Bunga sahabatnya sudah masuk sekolah. Udah seminggu Bunga gak masuk sekolah.
“Udah…” jawab Bunga singkat. Mukanya masih sedikit pucat.
“Lo kok gak bersemangat banget?” Tanya Puput heran.
“Tumben lo gak jenguk gue? Biasanya kan kalo gue gak masuk lo langsung ke rumah gue?” Tanya Bunga.
“Mm… maaf deh Bunga. Gue lagi sibuk les” jawab Puput.
“Les?? Sejak kapan lo ikut les? Bukannya lo paling males ikut les?” Tanya Bunga curiga.
“Itu… gue… di paksa sama nyokap gue. Kan bentar lagi kita ujian” jawab Puput terbata-bata. Bunga menatap Puput dengan heran. Puput gak seperti biasanya.
“Gue heran… lo kok jadi berubah sih Put?” Tanya Bunga masih heran dengan sifat temannya itu.
“Berubah gimana?”
“Ya… berubah aja. Rio juga berubah. Gue sakit dia gak jenguk gue. Dia gak pernah sms gue, kalo gak gue duluan yang sms dia gak bakal sms. Selama gue gak masuk sekolah Rio pernah jalan sama cewek?” Tanya Bunga. Wajah Puput tiba-tiba berubah seperti orang tertangkap basah. Bunga menatap Puput.
“Kenapa Put? Ada yang aneh?” Tanya Bunga curiga.
“Nggak kok. Gue gak pernah liat dia jalan sama cewek lain” jawab Puput.
“Yakin??” Tanya Bunga masih curiga.
“Suer deh…” jawab Puput menunjukkan telunjuk dan jari tengahnya. Bunga tersenyum.
“Iya… deh gue percaya” jawab Bunga.

Sepulang sekolah…
“Bunga, gue duluan ya?” kata Puput terburu-buru.
“Kok lo keburu-buru banget?” Tanya Bunga sambil merapikan bukunya.
“Gue udah di jemput sama sopir gue. Dadah Bunga…” kata Puput pergi. Bunga bener-bener masih bingung melihat tingkah temannya itu. Bunga duduk di taman sekolah dekat parkiran motor menunggu Rio. Sudah hampir setengah jam Bunga nunggu Rio tidak datang-datang. Sampai lapangan sudah sepi.
“Eh, Lo temennya Rio kan? Rio mana?” Tanya Bunga ke teman kelasnya Rio.
“Bukannya dia udah pulang?” jawab orang itu
“Udah pulang? Sama siapa?” Tanya Bunga bingung.
“Gak tau deh sama siapa. Ngapain lo nyariin Rio?” Tanya temannya heran.
“Kok lo ngomong kayak gitu? Gue kan ceweknya Rio” jawab Bunga heran.
“Bukannya lo udah putus sama Rio?” Tanya temannya jadi bingung.
“Putus??? Kata siapa??” Bunga bingung.
“Kata Rio. Katanya lo ngeduain Rio.” jawab temannya.
“Dia ngomong kayak gitu?” jawab Bunga kaget.
“Iya.”
“Yaudah thank’s yaa…” jawab Bunga lemas. Akhirnya Bunga pulang sendiri.

Sesampai di rumah Bunga mencoba telepon rumah Rio.
“Hallo…” kata orang di sebrang sana.
“Hallo bisa bicara dengan Rio?” Tanya Bunga.
“Rionya baru aja pergi”
“Pergi? Pergi kemana Bi?” Tanya Bunga bingung.
“Ini dari siapa ya?” jawab Pembantu Rio.
“Ini Bunga Bi.”
“Bukannya Rio pergi sama non Bunga?”
“Pergi sama saya? Gak kok Bi. Tadi aja saya pulang sendiri. Rio udah pulang duluan” Tanya Bunga tambah bingung.
“Tadi saya lihat Rio sama cewek. Bukannya non Bunga?” pembantu Rio heran.
“Saya ada di rumah Bi… emang ceweknya ciri-cirinya kayak gimana?” Tanya Bunga penasaran.
“Rambutnya panjang bergelombang warnanya agak merah, kulitnya putih” kata Pembantu Rio. Bunga langsung terbayang Puput. karna mirip dengan Puput.’Gak, mungkin Puput? tapi bisa juga, Puput sekarang beda dari biasanya’ batin Bunga.
“Yaudah deh Bi… makasih ya??” kata Bunga menutup telepon.

Pikiran Bunga jadi ke Puput terus. Bunga coba telpon HPnya Puput. tapi gak ada yang angkat. Besoknya hari minggu. Bunga berencana pergi ke rumah Puput tanpa sepengatahuan Puput.
Kring… kring… ‘ Bunga menekan bel rumah Puput. pembantu Puput keluar.
“Eh… non Bunga. Nyari Non Puput?” kata Pembantu Puput akrab.pembantu Puput kenal Bunga sejak masih kecil sampai sekarang.
“Iya Bi. Puputnya ada?” Tanya Bunga.
“Baru aja pergi sama cowoknya”
“Sama cowoknya? Siapa Bi?” Tanya Bunga bingung.
“Duh siapa ya? Depannya R” kata Pembantu Puput.
“R?? siapa Bi? Ayo dong Bi ingetin?” Bunga penasaran.
“Aduh non lupa Bibi teh…” logat sundanya mulai keluar.
“Yaudah deh Bi. Bibi Bunga boleh minta tolong gak.?” Tanya Bunga ragu.
“Boleh.”
“Jangan bilang-bilang Puput ya Bi kalo aku kesini”
“Emang kenapa neng? Gak biasanya?”
“Udah pokoknya jangan bilang-bilang Puput ya Bi. Please…” kata Bunga memohon.
“Yaudah deh. Bibi gak akan bilang-bilang”
“Makasih banget ya Bi.. aku pulang dulu ya Bibi” kata Bunga pamit.
“Iya. Hati-hati non”
“Iya Bi.”
Akhirnya Bunga pulang.
“Duh… kepala gue pusing banget. Pasti ada yang di sembunyiin sama Puput dan Rio. Laper lagi gue. Makan aja deh gue” kata Bunga mengeluh, sambil menuju ke Mall Pondok Indah.

***


Di sekolah…
“Put gue mau ngomong sama lo” kata Bunga saat di kantin.
“Ngomong apa??” Tanya Puput.
“Lo kemaren pulang sama siapa??” Tanya Bunga.
“Kan sama sopir gue…” jawab Puput.
“Bohong!!!” bentak Bunga. Puput jadi sedikit kaget.
“Beneran Bunga. Gue pulang sama sopir gue!!” kata Puput melas.
“Sumpah???” tantang Bunga.
“Jangan main sumpah-sumpahan lah!! Gak baik tau!!” kata Puput sambil memakan baksonya.
“Kalo lo memang jujur lo berani bersumpah dong!! karna lo gak mau di tuduh!! Tapi kenapa lo gak mau main sumpah-sumpahan?? Takut kena Karma??” bentak Bunga.
“Kok lo jadi gitu sih??” Tanya Puput takut.
“Gitu gimana? Gue Cuma mau tau aja kok kejujuran lo!!!”
“Iya deh sumpah” jawab Puput takut.
“Kurang keras!! Dan kurang lengkap!!” kata Bunga menyilakan tangannya.
“Iya gue sumpah kalo gue pulang sama sopir gue!!” teriak Puput.
“Hmm… bagus. Kalo lo bohong sama gue liat aja nanti. karna kebenaran akan selalu menang!!” sindir Bunga. Muka Puput udah merah. Bunga sengaja menyindir Puput, supaya Puput menyadari dan mau mengaku apa yang di sembunyikan dari Bunga.
Sepulang Sekolah…
Dengan cepat Bunga menghampiri ke kelas Rio. Ternyata berhasil. Rio masih ada di dalam kelas seperti terburu-buru. Baru aja mau keluar kelas, tiba-tiba Bunga menjegatnya.
“Mau pulang ya??” kata Bunga menyilakan tangannya.
“Eh… Bunga…” kata Rio tebata-bata sambil garuk-garuk kepala. Bunga teersenyum licik.
“Kamu kemana aja? Kok gak penah sms? Kok gak jenguk aku waktu sakit? Kok gak pernah ngajak jalan lagi?” sindir Bunga.
“Mmm… maaf Bunga ku sayang. Aku sibuk banget. Jadi gak sempet deh…” kata Rio.
“Oh gitu. Kemaren kamu jalan sama siapa??” kata Bunga.
“Aku gak jalan sama siapa-siapa…”
“Masa sih??” sindir Bunga.
“Bunga pulang bareng ya… ngomongnya jangan disini” kata Rio mengalihkan pembicaraan.
“Gak!!!”
“Kita kan udah lama gak pulang bareng lagi sayang”
“Pokoknya sekarang juga jawab!! Baru aku mau pulang bareng”
“Iya deh… kemaren aku tuh pergi sama temen les aku, itu juga aku cuma nganterin dia doang ke toko buku. Terus gak ngapain-ngapain lagi.”
“Bener??” Tanya Bunga.
“Iya sayang…” jawab Rio tersenyum sambil mengelus rambut Bunga.
“Awas ya kalo sampe bohong!!”
“Iya sayang ku… ayo pulang…”
“Tunggu dulu…” kata Bunga berhenti.
“Ada apa lagi?”
“Kata temen kamu, Kamu ngomong kalo kita udah putus? Terus kamu juga ngomong kalo aku ngeduain kamu? Bener?” Tanya Bunga.
“Kamu kata siapa?” Tanya Rio mukanya udah merah.
“Pokoknya kata temen kamu!! Bener kan kamu ngomong kayak gitu?”
“Gak lah sayang. Aku kan masih sayang kamu, aku cinta sama kamu, masa aku ngomong kayak gitu sih?”
“Bisa aja kan kamu ngomong kayak gitu. Biar kamu gak ketauan selingkuh!!” sindir Bunga.
“Sayang lebih percaya sama siapa? Temen aku apa aku? Kamu curigaan banget sih!!” bentak Rio kesal. Bunga jadi sedikit kaget.
“Gimana aku gak curiga? Kalo semuanya tuh ngebuktiin kalo kamu itu selingkuh!” bentak Bunga.
“Pikiran kamu aja kali!! Curigaan terus!!” bentak Rio.
“Aku berhak dong curiga sama kamu, karna aku masih perhatian sama kamu, karna aku sayang kamu, karna aku gak mau kehilangan kamu. Kalo kamu apa? Sekarang kamu itu berubah!! Aku tau, pasti semua ini ada hubungannya kan sama Puput? kamu selingkuh kan sama Puput?” kesabaran Bunga udah habis, Bunga asal ceplos aja! Tangan Rio melayang ke pipi Bunga, Bunga memegangi pipinya yang merah. Beberapa orang lalu lalang melihat. Mata Bunga mulai berkaca-kaca.
“Tampar aja lagi Rio!!! Sampe kamu puas!! Aku terima kok!!” kata Bunga menangis. Rio hanya terdiam.
“Kenapa sih Rio kamu gak bisa ngertiin perasaan aku sekarang? Kalo kamu udah bosen ngomong aja Rio, kalo aku punya salah aku minta maaf. Gak kayak gini Rio! Sakit Rio kalo hubungan kita kayak gini terus. Lebih baik kamu jujur sebelum aku terlanjur sakit banget!!!” kata Bunga terisak tangis sambil memegangi dadanya.
“Maaf Bunga. Aku …” kata Rio menyesal. Bunga langsung lari. Tapi Rio langsung menarik tangan Bunga.
“Maaf Bunga. Aku tadi lagi emosi. Aku sayang sama kamu Bunga, aku cinta kamu… jangan tinggalin aku Bunga” kata Rio memohon. Tapi Bunga gak peduliin Rio.
“Bunga… please.. aku gak bisa hidup tanpa mu Bunga…” kata Rio.
“Denger ya Rio. Aku gak mau di sakitin lagi. Aku juga gak mau kalo kamu kayak mantan-mantan aku yang suka nyakitin perasaan aku. Aku tuh sayang banget sama kamu Rio. Tapi kenapa kamu gak bisa ngertiin perasaan aku, sifat kamu sekarang buat aku sakit. Aku mau kamu bisa ngertiin perasaan aku, aku mau kamu gak nyakitin aku.” Kata Bunga terisak tangis. Rio mengelap air mata Bunga.
“Bunga ku… aku janji gak akan nyakitin kamu, aku janji aku pasti bisa ngertiin perasaan kamu, karna ku sayang kamu, karna aku cinta kamu. Jangan pernah tinggalin aku ya Bunga??” kata Rio memeluk Bunga sambil mengelus rambut Bunga. Bunga tersenyum sambil mengiyakan.
***

Udah selama sebulan hubungan Bunga dan Rio jalan. Tapi ada beberapa masalah yang Bunga gak tau sama sekali sampai sekarang. Bunga hanya pasrah menjalani ini semua. Bunga tetap pura-pura gak tau tentang rahasia Rio dan Puput. Selama liburan sekolah Bunga pergi ke luar kota.
Rio… apa kabar? Kok kmu gak pernah sms lg? knapa? Aku kangen sma qm…
Bunga mengirim pesan lewat sms, dan email. Tak ada balasan dari Rio. Sebelum pulang Bunga sempat mampir ke toko souvenir untuk membeli oleh-oleh Rio dan Puput sahabatnya. Di jalan Bunga melihat orang berpasangan dengan mesra yang mirip dengan Rio dan Puput. Bunga jadi penasaran. Dari rambut, badan semuanya menyerupai Rio dan Puput. Bunga mengejar orang itu. Dan coba memanggil.
“Rio…” panggil Bunga teriak. Ternyata benar cowok itu menoleh yang sambil merangkul cewek. Rio masih menatap Bunga dengan heran. Bunga mendekat. Rio jadi ‘ngeh kalo itu Bunga ceweknya.
“Bunga??” kata Rio kaget. Cewek yang di rangkul Rio menoleh.
“Puput??” kata Bunga kaget. Puput juga ikut kaget. Ternyata cewek yang di rangkul Rio adalah Puput sahabatnya Bunga sendiri. Sekarang Bunga tau kenapa Rio gak pernah kirim pesan, dan telpon lagi. Mata Bunga mulai berkaca-kaca. Sahabatnya sendiri mengkhianatinya.
“Lo tega ya sama gue Put? Gue kira lo sahabat gue yang paling baik!!” kata Bunga mulai meneteskan air matanya. Beberapa orang lalu lalang menatap mereka semua dengan heran.
“Maaf, Bunga.” kata Puput bingung mau ngomong apa.
“Semudah itu lo minta maaf sama gue? Lo tuh nusuk gue dari belakang!! Lo kan tau Rio itu siapa gue? Kenapa lo tega banget sama sahabat lo sendiri?! Gue bener-bener gak nyangka Put lo kayak gitu. Gue kira lo sahabat terbaik gue. Tapi ternyata nggak” kata Bunga. Puput dan Rio bingung harus ngomong apa lagi.
“Lo juga Rio!! Pengkhianat!! Okey. Mendingan kita putus Rio. Kamu sama Puput aja. Mungkin Puput memang terbaik buat lo, mungkin Puput yang lebih pantes di hati lo. Gue gak ada apa-apanya di mata lo” kata Bunga terisak tangis meninggalkan Puput dan Rio. Rio langsung mengejar Bunga.
“Bunga please… dengerin aku dulu…” kata Rio menarik tangan Bunga, Bunga menyambarnya.
“Kenapa sih loe gak bisa ngertiin gue??” kata Bunga terisak tangis sambil berjalan.
“Bunga dengerin aku dulu… aku jelasin semuanya…” kata Rio menarik tangan Bunga.
“Gak ada yang perlu di jelasin. Semua udah jelas.” Bunga memberontak.
“Please… Bunga… dengerin aku…” Rio menarik tangan Bunga lagi. Akhirnya Bunga berhenti.
“APA??” Bentak Bunga.
“Aku ngaku aku salah. Tapi aku masih sayang sama kamu. Aku sama dia gak ada rasa apapun Bunga…” kata Rio memohon.
“Gak ada rasa?? Jelas-jelas lo pacaran sama Puput sahabat gue” kata Bunga kesal.
“Iya aku tau. Tapi sekarang aku nyesel Bunga. Ternyata hati aku hanya untuk kamu. Aku gak rela kamu pergi dari aku. Aku masih sayang kamu, aku masih cinta sama kamu Bunga. Please kasih satu kesempatan lagi buat aku” kata Rio menggenggam tangan Bunga memohon.
“Apa lo bilang? Kesempatan? Lo itu punya otak gak? Lo udah ngeduain gue Sama sahabat gue sendiri. Lo gak mikir gimana perasaan gue kalo tau orang yang di sayang jadian sama sahabatnya sendiri? Lo pikir gue ini apa? Seenaknya lo mainin perasaan gue?” Bunga menangis lagi. Hatinya sakit sekali. Bunga teringat dengan mantan-mantannya yang juga sering nyakitin perasaannya.
“Janji-janji lo apa slama ini? Janji lo Cuma manis di bibir!! Lo itu sama aja kayak cowok yang lainnya. Brengsek…” kata Bunga menangis, saking kesalnya Bunga menampar Rio. Rio memegangi pipinya yang merah. Sekilas Rio ingat kejadian dulu, saat Rio menampar Bunga. Bunga dan Rio jadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitar.
“Udahlah… urus tuh cewek lo!! Jangan pernah ganggu gue lagi!!!” kata Bunga bentak sambil menunjuk Puput yang ada di belakang Rio.
“Bunga… please kasih kesempatan buat aku. Aku akan buktikan kalo aku bener-bener sayang sama kamu, aku bener-bener cinta sama kamu. Sekarang hati ku sadar kalo aku lebih cinta sama kamu, karna aku gak mau kehilangan kamu. Aku janji Bunga aku gak kan ngekhianati kamu. Aku janji Bunga. Kamu Bunga hati ku, yang bisa mewarnai hari-hari ku, Cuma kamu yang bisa mengharumkan cinta kita.” Kata Rio memohon sambil menggenggam tangan Bunga dan menatap Bunga dalam-dalam. Bunga menatap arah lain.
“Please Bunga…” kata Rio memohon. Orang-orang makin ramai melihat mereka berdua, seolah-olah mereka menonton pertunjukkan drama.
“Gak bisa Rio. Gue mundur…” kata Bunga tertunduk. Rio makin erat menggenggam tangan Bunga dan menatap mata Bunga dalam-dalam, meyakinkan Bunga kalo hatinya hanya untuk Bunga. Tiba-tiba sopir Bunga datang dengan mobilnya. Semua orang yang menonton jadi menjauh.
“Gue pergi Rio. Semoga lo bahagia sama Puput. Puput jaga Rio baik-baik ya…” kata Bunga terisak tangis menghampiri Puput.
“Tapi Bunga… Rio lebih sayang sama lo…” kata Puput menarik tangan Bunga.
“Gak Put. Gue tetep mundur. Gue pergi ya Put.” Kata Bunga lalu menghampiri ke mobil. Sebelum masuk Bunga menatap Rio, Rio pun menghampiri Bunga.
“Bunga aku tau mungkin kamu udah gak percaya lagi sama aku. Aku Cuma bisa bilang maafin aku, jujur dari hati ku yang paling dalam kalo aku Cuma sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. I Love You Bunga…” kata Rio matanya mulai berkaca-kaca. Bunga langsung masuk ke dalam mobil. Rio memperhatikan mobil Bunga hingga hilang dari pandangannya. Orang-orang mulai berbubaran.
“Maaf Rio kita sampai di sini aja. Aku bener-bener gak enak sama Bunga. Bunga sahabat gue yang paling baik. Gue gak mau kehilangan Bunga. Bunga itu bisa ngertiin gue, tapi gue ini apa? Gue gak bisa ngertiin Bunga? Gue malah jadian sama lo, sedangkan lo itu udah punya Bunga sahabat gue. Gue emang sahabat yang jahat” kata Puput menyesal. Rio hanya pasrah. Puput pun pergi meninggalkan Rio sendirian. Rio duduk di dekat taman sambil menangis. Sekarang Rio kehilangan Bunga orang yang bener-bener dia sayang.
***


Hari ini mulai masuk sekolah lagi. Bunga mencoba lupakan semua kejadian tiga hari yang lalu. Di kelas Puput dan Bunga masih saling membisu. Lama-kelamaan Puput gak tahan. Biasanya mereka saling curhat, bercanda, tapi sekarang gak ada canda dan tawa seorang sahabat. Selama dua hari Bunga dan Puput masih diam-diaman. Akhirnya Puput memberanikan diri untuk meminta maaf.
“Bunga… gue mau minta maaf sama lo, maafin gue ya Bunga? Gue bener-bener nyesel, gue bener-bener jahat sama sahabat sendiri, maafin gue Bunga. Gue rela kok lo mau balas dendam ke gue, gue rela. Karna gue ini bener-bener keterlaluan. Terserah lo mau ngapain gue, yang penting gue masih bisa jadi sahabat lo lagi. Please… Bunga…” Puput memohon sampai meneteskan air matanya. Puput benar-benar menyesal sekali. Bunga menatap Puput.
“Dari kemaren-kemaren gue udah maafin lo kok Put…” jawab Bunga tersenyum.
“Gak mungkin semudah itu lo maafin gue. Gue mau lo maafin gue dengan tulus… karna kesalahan gue ini udah nyakitin perasaan lo. Gue ini sahabat yang gak berguna, gue ini sahabat pengkhianat, gue ini sahabat yang gak punya perasaan,gue ini sahabat yang jahat. Maafin gue Bunga…” kata Puput memohon sambil menangis.
“Bener Puput. gue udah maafin lo kok, tulus dari hati gue yang paling jero…” kata Bunga tersenyum, menahan tawa.
“Lo gak bercanda kan Bunga?” Tanya Puput ragu.
“Ya gak lah Put. Lagian juga ngapain sih ngungkit-ngungkit masalah kemaren? Gak mungkin gue ngejauhin lo hanya karna seorang cowok. Gue gak mau kehilangan seorang sahabat hanya karna seorang cowok. Sahabat itu susah di cari. Kemaren itu gue lagi emosi. Coz, gue bener-bener gak nyangka lo kayak gitu.” Kata Bunga.
“Lo baik banget Bunga. Lo sahabat gue yang paling baik yang pernah gue miliki. Tenang aja Bunga gue udah putusin Rio kok” kata Puput tersenyum.
“Kenapa lo putusin Rio? Lo sayang kan sama Rio?”
“Gue gak mau Bunga. Gue gak mau mikirin diri gue sendiri seneng, tapi sahabat gue terluka. Lebih baik gue tinggalin dia. karna gue gak mau kehilangan lo. Sekali lagi maafin gue ya Bunga?” Tanya Puput lagi.
“Iya Puput… gue udah maafin lo. Harus berapa kali sih gue bilang?”
“Kita masih sahabatan kan?” Tanya Puput ragu.
“Iya lah Puput… tapi janji diantara kita berdua gak saling mengkhianati.??” Tanya Bunga menunjukkan kelingkingnya. Puput juga menunjukkan jari kelingkingnya.
“Iya Bunga. Gue janji. Gue gak akan khianatin temen gue sendiri. Cukup untuk pertama kalinya dan untuk terakhir kalinya kejadian yang lalu” jawab Puput tersenyum. Mereka tertawa bersama.
Akhirnya mereka sahabatan lagi. Tak ada canda dan tawa tanpa seorang sahabat. Jadilah sahabat yang baik dan bisa mengerti perasaan sahabatnya.

SELESAI

CERPEN: putih hitam

Diary
Dulu selalu bersama. Suka dan duka kita jalani bersama, hingga kita berjanji akan terus bersama sampai akhir hayat. Cincin kita ini sebagai tanda bahwa kamu milikku dan aku milikmu. Tapi dunia seperti di balik ketika datangnya sesorang dalam kehidupan kamu. Kau lupakan semua janji-janji mu itu. Kau hitamkan semuanya.
“Hay kenapa kamu diam terus?” Tanya Aby sahabat Nadia.
“Gak kenapa-kenapa kok. Cuma lagi pusing aja” jawab Nadia sambil tersenyum.
“Mau makan siang gak? Nanti kita kan ada meeting. Ntar kamu laper lho”
“Gak. Aku minum susu aja” singkat Nadia.
“Yaudah aku makan siang dulu ya” kata Aby meninggalkan Nadia, Nadia hanya mengangguk.
Nadia kembali menulis di buku diarynya. Sambil termenung di bawah pohon yang rindang.
***

“Kamu kenapa sih Nad?” Tanya Aby bingung melihat sahabatnya hanya diam saja saat di mobil.
“Aku gak kenapa-kenapa By. Udah gak usah di pikirin”
“Kamu masih mikirin Evan ya?” Tanya Aby hati-hati. Nadia hanya terdiam menatap jalanan.”Nad percuma juga kamu mikirin orang yang belum tentu dia mikirin gimana perasaan kamu. Itu cuma buang-buang waktu aja”
“Kamu gak tau gimana perasaan aku. Kamu memang mudah bicara seperti itu. Tapi aku??” bentak Nadia, air matanya mulai mengalir di pipi tembemnya itu. Aby lebih baik mengalah, karna tak tega melihat sahabatnya menangis lagi. Aby ingin sekali membahagiakan Nadia, Aby telah lama memendam rasa tuk Nadia.
Sesampai di rumah, Nadia kembali menulis-nulis di buku diarynya. Memang sakit di tinggal dengan orang yang paling di sayang. Apalagi sudah tiga tahun bersama. Dengan cepat dia pergi dengan wanita lain. Tanpa memikirkan perasaan kita. Perasaan tak rela masih terasa di hati Nadia. Nadia langsung pergi ke dapur mengambil rantang berisi lauk dan sayur, Nadia langsung mengambil Jaket dan payung karena di luar sana lagi hujan. Nadia menuju rumah Evan, jarak rumah Evan dengan Nadia dekat. Tiap pulang kerja Nadia slalu mengantarkan nasi ke Evan dengan diam-diam. Lampu rumah Evan masih gelap, berarti Evan belum pulang. Nadia meninggalkan rantangnya di depan pintu rumah Evan.
***

“Selamat pagi Nadia cantik”. Sapa Aby sesampai di depan rumah Nadia. Nadia hanya tersenyum dan seketika terlintas kenangan dengan Evan. Ketika masih bersama.
“Kenapa Nad? Kok jadi diem? Aku salah ya?” Tanya Aby bingung.
“Gak kok. Ayo berangkat” kata Nadia langsung masuk ke mobil Aby.
“Nad nanti kan kita pulang cepet, mau gak kita jalan-jalan ke dufan?” Tanya Aby. Nadia langsung mengangguk mantap tersenyum senang.
“Ok.. nanti kita kesana” kata Aby senang.

Sesampai di Dufan…
“Kamu mau naik apa dulu?”
“Hmm… aku mau naik arum jeram dulu deh” kata Nadia berlari langsung menarik tangan Aby. Nadia kelihatan senang sekali, sudah lama Nadia tidak menikmati Dufan. Setelah menikmati beberapa mainan Nadia langsung duduk terdiam.
“Aduh aku pusing Nadia. Emangnya kamu gak capek?” kata Aby duduk di samping Nadia. “Nadia…” kata Aby mengibas-ngibaskan tangannya ke depan muka Nadia. Nadia langsung tersadar.
“Aby beli es cream dong… rasa coklat kacang ya” pinta Nadia.
“Oke… tunggu ya. Jangan kemana-mana lho. Awas!!” kata Aby. Nadia hanya tersenyum.
“Evan” sapa Nadia. Evan langsung menoleh. Dan yang di rangkul Evan pun menoleh. Evan langsung berhenti menatap Nadia. Perempuan di sebelahnya menarik tangan Evan tuk menjauh. Tapi Evan masih beridiri membeku. Nadia langsung mendekat.
“Evan… apa kabar?” Tanya Nadia menatap mata Evan dalam-dalam.
“Aku baik-baik aja Nad”
“Bahagia dalam sakitnya sesorang yang pernah bersamamu?” kata Nadia menusuk hati Evan. Evan tak berani berkata apa-apa.
“Oh jadi kamu yang namanya Nadia? Heh… denger ya aku calon istri Evan sebentar lagi aku akan menikah dengan Evan. Jangan lupa datang ya?” kata perempuan itu memanas-manasi Nadia.
“Dasar gak tau diri. Bisanya ngerebut cowok orang. Gak punya harga diri apa?” kata Nadia membentak. Tapi Perempuan itu menarik tangan Evan untuk pergi. Air mata Nadia langsung mengalir. Aby tiba-tiba datang, nadia langsung memeluk Aby.
“Nadia… jangan nangis lagi. Percuma juga kamu nangis tapi gak ada hasil apa-apa kan? Jangan buang-buang air mata kamu hanya untuk orang yang udah nyakitin perasaan kamu” kata Aby mengelus rambut Nadia. “Udah ya jangan nagis lagi. Nih es cream rasa coklat kacang” kata Aby tersenyum menenangkan Nadia. Nadia langsung mengambil esnya.
“Senyum dulu dong…” ledek Aby. Nadia langsung tersenyum.
“Pulang yuk… udah sore” pinta Nadia.
“Yuk…” Aby langsung merangkul Nadia.”Tapi nanti kita makan dulu yah?”
“Aku mau makan bakso ya?”
“Jangan. Kamu kan belum makan nasi dari tadi siang” kata Aby. Nadia hanya memanyunkan bibirnya. Aby yang melihat itu hanya tertawa.
Nadia melahap baksonya dengan lahap sekali. Aby senyum-senyum melihat itu.’Seandainya kamu tau kalo aku sayang kamu’ batin Aby.
“Aby. Kok cuma ngeliatin aja? Makan dong…enak lho” kata Nadia.
“Iya…iyah”
Saat di perjalanan pulang.
“Aby… kenapa ya Evan berubah gitu?” Tanya Nadia.
“Mana ku tau” jawab Aby.
“Aku yakin dia masih sayang sama aku. Aku lihat sendiri dari tatapan matanya By. Aku yakin ini pasti ada apa-apa. Apa mungkin dia malu karana aku penyakitan?” kata Nadia sedih.
“Kalo dia sayang kamu, dia pasti nerima kamu apa adanya”
“Padahal di akhir-akhir kehidupan ku, aku ingin menghabiskan waktu dengan dia. Tapi kenapa dia tega ninggalin aku karna dia? Aku sayang banget sama dia” kata Nadia. Nadia terkena penyakit Kanker otak.
“Nadia.. masih banyak yang sayang sama kamu. Aku, teman-teman kamu dan orang tua kamu. Aku mau kok jagain kamu. Aku mau bersama saat kamu butuh aku” kata Aby.
“Aku tau By. Tapi… aku juga mau dia ada di samping ku”
“Ganti aku Nad. Aku akan setia menemani kamu” kata Aby tiba-tiba meberhentikan mobilnya dan menatap Nadia dalam-dalam. Nadia hanya menatap Aby dengan bingung. “Eh maaf Nad. Hehe” kata Aby cengar-cengir tersadar.
“Iya gak pa-pa. Lebih baik jujur kok. Aby aku turun sini aja ya” kata Nadia.
“Tapi kayaknya mau hujan. Aku antar aja ya sampai rumah”
“Gak usah. Deket ini kok. Makasih ya atas waktunya” kata Nadia tersenyum sambil membuka pintu mobil, tapi Aby menarik tangan Nadia.
“Apa By?” kata Nadia kaget. Aby hanya memandang Nadia. Nadia jadi salah tingkah di liatin Aby.
“Yaudah ya takut keburu hujan” Nadia langsung buru-buru turun.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah, Nadia masih memikirkan Evan dan tingkah Aby yang aneh. Sakit di kepalanya mulai terasa lagi. Hujan mulai turun rintik-rintik tapi Nadia tetap tak sadar kalo hujan sudah turun. Tiba-tiba motor berhenti di depan Nadia. Orang itu langsung membuka helmnya dan turun menghampiri Nadia.
“Evan? Ngapain kamu di sini?” Tanya Nadia bingung.
“Aku pengin ketemu kamu Nad”
“Ngapain? Tadi kan udah?” kata Nadia jutek.
“Ada yang mau aku jelasin” kata Evan memegang tangan Nadia sedangkan hujan masih rintik-rintik.
“Gak ada yang harus di jelasin lagi Evan. Semuanya udah jelas kalo kamu akan menikah dengan dia!!” bentak Nadia.
“Aku masih sayang sama kamu Nad. Aku gak sayang sama dia. Ini semua terpaksa” kata Evan menggemgam tangan Nadia erat-erat matanya mulai berkaca-kaca hujan pun mulai deras.
“BOHONG!! Aku tau kamu malu kan punya cewek kayak aku, PENYAKITAN!! Aku tau aku gak akan pernah bisa buat kamu bahagia. Kebahagiaan itu hanya sementara, karna aku sebentar lagi akan mati! Kalo kamu emang malu punya cewek kayak aku, bilang aja. Jangan kayak gini caranya. SAKIT!!” kata Nadia mengetuk-ngetuk dada Evan, air matanya mulai mengalir. Evan langung menggengam tangan Nadia dengan erat.
“Nadia please dengerin aku dulu!! Aku tuh sayang banget sama kamu, aku dekat dengan dia juga karna terpaksa. Kamu tau? Aku tuh sekarang gak punya apa-apa lagi. AYAH ku BANGKRUT!! CEWEK itu? Orang tua dia yang bantuin keadaan orang tua ku. Dari situ orang tua ku dengan dia menjodohkan aku, aku udah tolak itu semua, tapi apa daya? Itu juga demi orang tua ku Nad. Orang tua ku memaksa aku. Aku juga gak bisa membantah perintah orang tua ku. Mungkin di mata dia akan berjalan dengan lancar dan bahagia. Tapi PERASAAN KU? Di hatiku cuma ada kamu” air mata Evan sudah mengalir deras. Nadia yang dengar itu juga ikut menangis, hanya karna itu mereka di pisahkan. Nadia langsung memeluk Evan, baju mereka sudah basah kuyup karna hujan sangat deras.
“Maafin aku Van aku udah nuduh kamu yang enggak-enggak. Kenapa kamu gak cerita sama aku?” Nadia terisak tangis.
“Maafin aku juga Nad. Sebenarnya aku takut kamu ninggalin aku, aku juga takut nyakitin kamu, lebih baik aku gak cerita ini semua. Aku sayang banget sama kamu Nadia” kata Evan tulus.
“Kamu sayang aku kan Van? Lupain aku Van, bahagiakan dia. Dia yang lebih pantas memiliki kamu, dia yang bisa membahagiakan kamu. Aku juga sayang banget sama kamu, aku bahagia kalo kamu juga bahagia dengan dia” kata-kata Nadia menusuk hati Evan. Evan masih tidak rela meninggalkan Nadia.
Sebulan sudah Nadia tak bertemu dengan Evan, hari-harinya mulai di isi dengan Aby yang selalu membuat dia tersenyum, walaupun sakit di kepalanya mulai kambuh lagi. Besok adalah hari pernikahan Evan dengan perempuan itu, Nadia masih bimbang untuk hadir di acaranya, hatinya tak bisa di bohongi kalo Nadia masih sayang Evan. Tapi Nadia ingin melihat Evan bahagia. Setelah bersiap-siap untuk berangkat tiba-tiba Nadia jatuh pingsan. Aby langsung membawa Nadia ke rumah sakit. Nadia masuk di ruang ICU. Orang tua Nadia dari Surabaya langsung datang ke Jakarta. Aby mencoba menghubungi Evan tapi tidak di angkat. Aby terus berusaha menelpon Evan sampai ke lima belas kalinya di angkat oleh Evan. Evan langsung datang ke rumah sakit. Evan datang dengan pakaian jas hitam, dasi dan peci.
“Nadia kenapa By?” Tanya Evan gugup.
“Aku gak tau Van, tiba-tiba dia pingsan”
Tiba-tiba dokter keluar.
“Bagaimana keadaan anak saya Dok?” tanya Ibu Nadia. Dokter hanya mengeleng-geleng kepalanya.
“Nadia telah masuk stadium empat Bu. Dan saya tak bisa memastikan berapa lama dia akan bertahan. Kami telah berusaha sebisa mungkin. Hanya tuhan yang menentukan” kata Doker. Mama Nadia langsung menangis di peluk dengan Papa Nadia. Aby yang tau itu langsung bersender lemas di tembok, Evan menjambak-jambak rambutnya dan memukul-mukul tembok. Semuanya mendoakan Nadia untuk sembuh. Tiba-tiba Nadia memanggil-manggil nama Evan.
“Evan…evan” kata Nadia pelan, matanya mulai terbuka pelan-pelan. Evan langsung menggemgam tangan Nadia.
“Nadia… aku Evan Nad. Aku di sini” kata Evan.
“Maafin atas kesalahan aku ya Van” suara Nadia sangat pelan, air matanya mulai mengalir.
“Aku yang salah Nad. Aku yang seharusnya minta maaf ke kamu. Aku udah buat kamu terluka dan kecewa” kata Evan.
“Bahagiakan dia ya Van. Dia sayang kamu, jaga dia Van. Jangan buat dia kecewa.” Evan yang mendengar itu langsung menangis.
“Aby… sahabat aku yang paling baik. Makasih kamu selalu membuatku tersenyum, makasih kamu selalu ada di saat ku butuh. Maafin aku ya kalo aku punya salah” kata Nadia menggenggam tangan Aby.
“Iya Nad, aku udah maafin kamu”
“Mama, Papa. Kalian udah gak sering berantem kan? Saling rukun dan saling mengerti ya Ma, Pa. maafin aku kalo ada salah” kata Nadia, air matanya mulai mengalir deras.
“Iya sayang. Mama dan papa sudah maafin kamu. Maafin mama, papa juga ya. kita udah sering memarahi kamu. kami lebih sibuk dengan tugas-tugas masing-masing , tanpa peduliin kesehatan kamu” kata Mama Nadia. Air matanya mulai mengalir deras.
“Maafin Papa juga ya Nak. Hingga kami tak tau kamu sakit” papanya juga mulai menangis. Nadia hanya membalas senyuman tipisnya. Tiba-tiba nafas Nadia tersendat-sendat. Semunya langsung panik.
“Nadia…kamu kenapa?” kata Evan dan Aby panik.
“Nadia… nadia… panggil dokter By” kata Mama Nadia. Aby langsung memanggil dokter.
“Anak saya kenapa Dok?” Tanya Mama Nadia gugup.
“Tenang ya Bu.” Kata Dokter singkat, langsung memeriksa Nadia.
Dokter langsung menggeleng-geleng.
“Anak Ibu sudah tak tertolong lagi”. Mama Nadia langsung memeluk Nadia, tangisannya makin meledak. Begitu pun Aby, Evan, dan Papanya.
Di saat kebahagiaan hadir di kehidupan Evan, tapi kesedihan menimpa cinta sejatinya.