CERPEN: putih hitam

Minggu, 27 Desember 2009

Diary
Dulu selalu bersama. Suka dan duka kita jalani bersama, hingga kita berjanji akan terus bersama sampai akhir hayat. Cincin kita ini sebagai tanda bahwa kamu milikku dan aku milikmu. Tapi dunia seperti di balik ketika datangnya sesorang dalam kehidupan kamu. Kau lupakan semua janji-janji mu itu. Kau hitamkan semuanya.
“Hay kenapa kamu diam terus?” Tanya Aby sahabat Nadia.
“Gak kenapa-kenapa kok. Cuma lagi pusing aja” jawab Nadia sambil tersenyum.
“Mau makan siang gak? Nanti kita kan ada meeting. Ntar kamu laper lho”
“Gak. Aku minum susu aja” singkat Nadia.
“Yaudah aku makan siang dulu ya” kata Aby meninggalkan Nadia, Nadia hanya mengangguk.
Nadia kembali menulis di buku diarynya. Sambil termenung di bawah pohon yang rindang.
***

“Kamu kenapa sih Nad?” Tanya Aby bingung melihat sahabatnya hanya diam saja saat di mobil.
“Aku gak kenapa-kenapa By. Udah gak usah di pikirin”
“Kamu masih mikirin Evan ya?” Tanya Aby hati-hati. Nadia hanya terdiam menatap jalanan.”Nad percuma juga kamu mikirin orang yang belum tentu dia mikirin gimana perasaan kamu. Itu cuma buang-buang waktu aja”
“Kamu gak tau gimana perasaan aku. Kamu memang mudah bicara seperti itu. Tapi aku??” bentak Nadia, air matanya mulai mengalir di pipi tembemnya itu. Aby lebih baik mengalah, karna tak tega melihat sahabatnya menangis lagi. Aby ingin sekali membahagiakan Nadia, Aby telah lama memendam rasa tuk Nadia.
Sesampai di rumah, Nadia kembali menulis-nulis di buku diarynya. Memang sakit di tinggal dengan orang yang paling di sayang. Apalagi sudah tiga tahun bersama. Dengan cepat dia pergi dengan wanita lain. Tanpa memikirkan perasaan kita. Perasaan tak rela masih terasa di hati Nadia. Nadia langsung pergi ke dapur mengambil rantang berisi lauk dan sayur, Nadia langsung mengambil Jaket dan payung karena di luar sana lagi hujan. Nadia menuju rumah Evan, jarak rumah Evan dengan Nadia dekat. Tiap pulang kerja Nadia slalu mengantarkan nasi ke Evan dengan diam-diam. Lampu rumah Evan masih gelap, berarti Evan belum pulang. Nadia meninggalkan rantangnya di depan pintu rumah Evan.
***

“Selamat pagi Nadia cantik”. Sapa Aby sesampai di depan rumah Nadia. Nadia hanya tersenyum dan seketika terlintas kenangan dengan Evan. Ketika masih bersama.
“Kenapa Nad? Kok jadi diem? Aku salah ya?” Tanya Aby bingung.
“Gak kok. Ayo berangkat” kata Nadia langsung masuk ke mobil Aby.
“Nad nanti kan kita pulang cepet, mau gak kita jalan-jalan ke dufan?” Tanya Aby. Nadia langsung mengangguk mantap tersenyum senang.
“Ok.. nanti kita kesana” kata Aby senang.

Sesampai di Dufan…
“Kamu mau naik apa dulu?”
“Hmm… aku mau naik arum jeram dulu deh” kata Nadia berlari langsung menarik tangan Aby. Nadia kelihatan senang sekali, sudah lama Nadia tidak menikmati Dufan. Setelah menikmati beberapa mainan Nadia langsung duduk terdiam.
“Aduh aku pusing Nadia. Emangnya kamu gak capek?” kata Aby duduk di samping Nadia. “Nadia…” kata Aby mengibas-ngibaskan tangannya ke depan muka Nadia. Nadia langsung tersadar.
“Aby beli es cream dong… rasa coklat kacang ya” pinta Nadia.
“Oke… tunggu ya. Jangan kemana-mana lho. Awas!!” kata Aby. Nadia hanya tersenyum.
“Evan” sapa Nadia. Evan langsung menoleh. Dan yang di rangkul Evan pun menoleh. Evan langsung berhenti menatap Nadia. Perempuan di sebelahnya menarik tangan Evan tuk menjauh. Tapi Evan masih beridiri membeku. Nadia langsung mendekat.
“Evan… apa kabar?” Tanya Nadia menatap mata Evan dalam-dalam.
“Aku baik-baik aja Nad”
“Bahagia dalam sakitnya sesorang yang pernah bersamamu?” kata Nadia menusuk hati Evan. Evan tak berani berkata apa-apa.
“Oh jadi kamu yang namanya Nadia? Heh… denger ya aku calon istri Evan sebentar lagi aku akan menikah dengan Evan. Jangan lupa datang ya?” kata perempuan itu memanas-manasi Nadia.
“Dasar gak tau diri. Bisanya ngerebut cowok orang. Gak punya harga diri apa?” kata Nadia membentak. Tapi Perempuan itu menarik tangan Evan untuk pergi. Air mata Nadia langsung mengalir. Aby tiba-tiba datang, nadia langsung memeluk Aby.
“Nadia… jangan nangis lagi. Percuma juga kamu nangis tapi gak ada hasil apa-apa kan? Jangan buang-buang air mata kamu hanya untuk orang yang udah nyakitin perasaan kamu” kata Aby mengelus rambut Nadia. “Udah ya jangan nagis lagi. Nih es cream rasa coklat kacang” kata Aby tersenyum menenangkan Nadia. Nadia langsung mengambil esnya.
“Senyum dulu dong…” ledek Aby. Nadia langsung tersenyum.
“Pulang yuk… udah sore” pinta Nadia.
“Yuk…” Aby langsung merangkul Nadia.”Tapi nanti kita makan dulu yah?”
“Aku mau makan bakso ya?”
“Jangan. Kamu kan belum makan nasi dari tadi siang” kata Aby. Nadia hanya memanyunkan bibirnya. Aby yang melihat itu hanya tertawa.
Nadia melahap baksonya dengan lahap sekali. Aby senyum-senyum melihat itu.’Seandainya kamu tau kalo aku sayang kamu’ batin Aby.
“Aby. Kok cuma ngeliatin aja? Makan dong…enak lho” kata Nadia.
“Iya…iyah”
Saat di perjalanan pulang.
“Aby… kenapa ya Evan berubah gitu?” Tanya Nadia.
“Mana ku tau” jawab Aby.
“Aku yakin dia masih sayang sama aku. Aku lihat sendiri dari tatapan matanya By. Aku yakin ini pasti ada apa-apa. Apa mungkin dia malu karana aku penyakitan?” kata Nadia sedih.
“Kalo dia sayang kamu, dia pasti nerima kamu apa adanya”
“Padahal di akhir-akhir kehidupan ku, aku ingin menghabiskan waktu dengan dia. Tapi kenapa dia tega ninggalin aku karna dia? Aku sayang banget sama dia” kata Nadia. Nadia terkena penyakit Kanker otak.
“Nadia.. masih banyak yang sayang sama kamu. Aku, teman-teman kamu dan orang tua kamu. Aku mau kok jagain kamu. Aku mau bersama saat kamu butuh aku” kata Aby.
“Aku tau By. Tapi… aku juga mau dia ada di samping ku”
“Ganti aku Nad. Aku akan setia menemani kamu” kata Aby tiba-tiba meberhentikan mobilnya dan menatap Nadia dalam-dalam. Nadia hanya menatap Aby dengan bingung. “Eh maaf Nad. Hehe” kata Aby cengar-cengir tersadar.
“Iya gak pa-pa. Lebih baik jujur kok. Aby aku turun sini aja ya” kata Nadia.
“Tapi kayaknya mau hujan. Aku antar aja ya sampai rumah”
“Gak usah. Deket ini kok. Makasih ya atas waktunya” kata Nadia tersenyum sambil membuka pintu mobil, tapi Aby menarik tangan Nadia.
“Apa By?” kata Nadia kaget. Aby hanya memandang Nadia. Nadia jadi salah tingkah di liatin Aby.
“Yaudah ya takut keburu hujan” Nadia langsung buru-buru turun.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah, Nadia masih memikirkan Evan dan tingkah Aby yang aneh. Sakit di kepalanya mulai terasa lagi. Hujan mulai turun rintik-rintik tapi Nadia tetap tak sadar kalo hujan sudah turun. Tiba-tiba motor berhenti di depan Nadia. Orang itu langsung membuka helmnya dan turun menghampiri Nadia.
“Evan? Ngapain kamu di sini?” Tanya Nadia bingung.
“Aku pengin ketemu kamu Nad”
“Ngapain? Tadi kan udah?” kata Nadia jutek.
“Ada yang mau aku jelasin” kata Evan memegang tangan Nadia sedangkan hujan masih rintik-rintik.
“Gak ada yang harus di jelasin lagi Evan. Semuanya udah jelas kalo kamu akan menikah dengan dia!!” bentak Nadia.
“Aku masih sayang sama kamu Nad. Aku gak sayang sama dia. Ini semua terpaksa” kata Evan menggemgam tangan Nadia erat-erat matanya mulai berkaca-kaca hujan pun mulai deras.
“BOHONG!! Aku tau kamu malu kan punya cewek kayak aku, PENYAKITAN!! Aku tau aku gak akan pernah bisa buat kamu bahagia. Kebahagiaan itu hanya sementara, karna aku sebentar lagi akan mati! Kalo kamu emang malu punya cewek kayak aku, bilang aja. Jangan kayak gini caranya. SAKIT!!” kata Nadia mengetuk-ngetuk dada Evan, air matanya mulai mengalir. Evan langung menggengam tangan Nadia dengan erat.
“Nadia please dengerin aku dulu!! Aku tuh sayang banget sama kamu, aku dekat dengan dia juga karna terpaksa. Kamu tau? Aku tuh sekarang gak punya apa-apa lagi. AYAH ku BANGKRUT!! CEWEK itu? Orang tua dia yang bantuin keadaan orang tua ku. Dari situ orang tua ku dengan dia menjodohkan aku, aku udah tolak itu semua, tapi apa daya? Itu juga demi orang tua ku Nad. Orang tua ku memaksa aku. Aku juga gak bisa membantah perintah orang tua ku. Mungkin di mata dia akan berjalan dengan lancar dan bahagia. Tapi PERASAAN KU? Di hatiku cuma ada kamu” air mata Evan sudah mengalir deras. Nadia yang dengar itu juga ikut menangis, hanya karna itu mereka di pisahkan. Nadia langsung memeluk Evan, baju mereka sudah basah kuyup karna hujan sangat deras.
“Maafin aku Van aku udah nuduh kamu yang enggak-enggak. Kenapa kamu gak cerita sama aku?” Nadia terisak tangis.
“Maafin aku juga Nad. Sebenarnya aku takut kamu ninggalin aku, aku juga takut nyakitin kamu, lebih baik aku gak cerita ini semua. Aku sayang banget sama kamu Nadia” kata Evan tulus.
“Kamu sayang aku kan Van? Lupain aku Van, bahagiakan dia. Dia yang lebih pantas memiliki kamu, dia yang bisa membahagiakan kamu. Aku juga sayang banget sama kamu, aku bahagia kalo kamu juga bahagia dengan dia” kata-kata Nadia menusuk hati Evan. Evan masih tidak rela meninggalkan Nadia.
Sebulan sudah Nadia tak bertemu dengan Evan, hari-harinya mulai di isi dengan Aby yang selalu membuat dia tersenyum, walaupun sakit di kepalanya mulai kambuh lagi. Besok adalah hari pernikahan Evan dengan perempuan itu, Nadia masih bimbang untuk hadir di acaranya, hatinya tak bisa di bohongi kalo Nadia masih sayang Evan. Tapi Nadia ingin melihat Evan bahagia. Setelah bersiap-siap untuk berangkat tiba-tiba Nadia jatuh pingsan. Aby langsung membawa Nadia ke rumah sakit. Nadia masuk di ruang ICU. Orang tua Nadia dari Surabaya langsung datang ke Jakarta. Aby mencoba menghubungi Evan tapi tidak di angkat. Aby terus berusaha menelpon Evan sampai ke lima belas kalinya di angkat oleh Evan. Evan langsung datang ke rumah sakit. Evan datang dengan pakaian jas hitam, dasi dan peci.
“Nadia kenapa By?” Tanya Evan gugup.
“Aku gak tau Van, tiba-tiba dia pingsan”
Tiba-tiba dokter keluar.
“Bagaimana keadaan anak saya Dok?” tanya Ibu Nadia. Dokter hanya mengeleng-geleng kepalanya.
“Nadia telah masuk stadium empat Bu. Dan saya tak bisa memastikan berapa lama dia akan bertahan. Kami telah berusaha sebisa mungkin. Hanya tuhan yang menentukan” kata Doker. Mama Nadia langsung menangis di peluk dengan Papa Nadia. Aby yang tau itu langsung bersender lemas di tembok, Evan menjambak-jambak rambutnya dan memukul-mukul tembok. Semuanya mendoakan Nadia untuk sembuh. Tiba-tiba Nadia memanggil-manggil nama Evan.
“Evan…evan” kata Nadia pelan, matanya mulai terbuka pelan-pelan. Evan langsung menggemgam tangan Nadia.
“Nadia… aku Evan Nad. Aku di sini” kata Evan.
“Maafin atas kesalahan aku ya Van” suara Nadia sangat pelan, air matanya mulai mengalir.
“Aku yang salah Nad. Aku yang seharusnya minta maaf ke kamu. Aku udah buat kamu terluka dan kecewa” kata Evan.
“Bahagiakan dia ya Van. Dia sayang kamu, jaga dia Van. Jangan buat dia kecewa.” Evan yang mendengar itu langsung menangis.
“Aby… sahabat aku yang paling baik. Makasih kamu selalu membuatku tersenyum, makasih kamu selalu ada di saat ku butuh. Maafin aku ya kalo aku punya salah” kata Nadia menggenggam tangan Aby.
“Iya Nad, aku udah maafin kamu”
“Mama, Papa. Kalian udah gak sering berantem kan? Saling rukun dan saling mengerti ya Ma, Pa. maafin aku kalo ada salah” kata Nadia, air matanya mulai mengalir deras.
“Iya sayang. Mama dan papa sudah maafin kamu. Maafin mama, papa juga ya. kita udah sering memarahi kamu. kami lebih sibuk dengan tugas-tugas masing-masing , tanpa peduliin kesehatan kamu” kata Mama Nadia. Air matanya mulai mengalir deras.
“Maafin Papa juga ya Nak. Hingga kami tak tau kamu sakit” papanya juga mulai menangis. Nadia hanya membalas senyuman tipisnya. Tiba-tiba nafas Nadia tersendat-sendat. Semunya langsung panik.
“Nadia…kamu kenapa?” kata Evan dan Aby panik.
“Nadia… nadia… panggil dokter By” kata Mama Nadia. Aby langsung memanggil dokter.
“Anak saya kenapa Dok?” Tanya Mama Nadia gugup.
“Tenang ya Bu.” Kata Dokter singkat, langsung memeriksa Nadia.
Dokter langsung menggeleng-geleng.
“Anak Ibu sudah tak tertolong lagi”. Mama Nadia langsung memeluk Nadia, tangisannya makin meledak. Begitu pun Aby, Evan, dan Papanya.
Di saat kebahagiaan hadir di kehidupan Evan, tapi kesedihan menimpa cinta sejatinya.

0 komentar:

Posting Komentar