“Ibu jangan jualan dulu ya. Biar Dika yang jualan” kata Dika sambil merapikan sayuran kangkung dan Ubi di sepeda gerobaknya. Dika adalah anak pertama dari empat bersaudara. Ayahnya telah meninggal sejak Dika masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Karna itu Dika terpaksa putus sekolah Ibunya tak mampu membiayai sekolahnya. Sekarang Dika yang harus membantu membiayai kehidupan keluarganya. Sedangkan Ibunya hanya berjualan sayur kangkung dan ubi.
“Ntar kamu kecapekan. Ibu gak kenapa-kenapa kok” jawab Ibunya yang masih terbaring lemas di kasur yang terbuat dari papan dan kardus.
“Ibu itu sakit. Aku gak mau Ibu tambah parah gara-gara kecapekan. Biar aku aja yang jualan”
“Makasih ya Nak. Hati-hati ya…”
“Gak usah bilang makasih Bu. Sebagai anak tertua aku harus membantu Ibu. Aku berangkat dulu ya Bu. Assalamualaikum” kata Dika mencium tangan Ibunya.
“Iya Nak. Wa’alaikumsalam”
“Dek jaga Ibu ya. Kalo Ibu minta apa-apa tolong bantuin” kata Dika ke Adiknya Suci.
“Iya Kak”
Sesampai di Pasar…
“Heh… Ibu kamu tuh belum bayar kontrakan tiga bulan, terus Ibu kamu tuh belum bayar utang!! Kapan mau bayar?” kata Ibu-ibu yang memakai perhiasan sangat banyak di leher,tangan, dan telinga.
“Maaf Bu. Ibu saya belum ada Uang. Apalagi Ibu saya sedang sakit, kami saja gak sanggup untuk membeli obat”
“Bodo amat. Mau sakit mau mati itu bukan urusan saya. Yang penting bayar uang kontrakan dan utang Ibu mu itu!!” bentak Ibu-ibu itu. Orang yang lalu lalang memperhatikan mereka.
“Saya usahain akan membayar semuanya. Tapi saya mohon pengertiannya Bu. Beri waktu lagi buat saya” kata Dika memohon.
“Kamu sama aja kayak Bapakmu itu. Bosen saya ngedengernya! Saya beri waktu seminggu lagi. Kalo sampai gak bayar juga saya usir kamu dari kontrakan saya”
“Iya Bu” kata Dika tertunduk lemas.
Dika berjalan dengan lemas sambil menuntun sepedanya. Hari ini dagangannya sepi. Dika masih memikirkan bagaimana cara membayar utang-utang itu semua. Adzan zuhur telah berkumandan, Dika mampir ke mushola untuk sholat.
Dika melanjutkan jalannya lagi di jalan Dika melihat benda terjatuh. Dika mengambil benda itu, ternyata benda itu adalah tabungan beserta kartu ATM. Dika langsung berpikir kemana-mana. Antara untuk di pakai buat bayar utang dan obat untuk Ibunya. Tapi Dika memilih untuk bertanya dahulu ke Ibunya.
Sesampai di rumah…
“Kak Ibu dari tadi batuk-batuk terus. Mukanya pucat” kata Adiknya gugup. Dika langsung menjatuhkan sepedanya di depan halaman.
“Ibu kenapa?” Tanya Dika ketakutan.
“Ibu Cuma batuk-batuk saja. Ibu gak kenapa-kenapa kok Nak.” Kata Ibunya tersenyum berusaha membuat anaknya tenang. Walaupun Ia merasa sangat sakit.
“Maafin aku Bu. Aku gak bisa bawa Ibu ke dokter. Aku anak yang gak berguna.” Kata Dika terisak tangis dan merasa bersalah sebagai anak yang tertua.
“Tadi Ibu kontrakan ke pasar. Dia bilang kita harus lunasin uang kontrakan tiga bulan dan hutang-hutang kita. Kita di kasih waktu hanya seminggu” tangisan Dika makin keras. Ibunya berusaha bangun dari tempat tidur dan memeluk Dika.
“Anak ku, jangan suka menyalahkan diri sendiri, kita harus tabah dan sabar menghadapi cobaan ini. Rajin-rajinlah kamu solat, berdoa dan mengaji, semoga Allah mendengar semuanya. Dan membantu kita yang dalam kesulitan ini.” Kata Ibunya menenangkan Anaknya. Ibunya selalu tabah dan sabar menghadapi cobaan yang Ia hadapi.
“Kenapa Allah gak adil dengan kita!! Kenapa orang-orang yang tidak taat dengannya harus mendapatkan kebahagiaan?” kata Dika sambil menangis meratapi kehidupannya yang begitu banyak cobaan.
“Anakku Allah Maha Adil dan Maha Mendengar. Kita sedang di uji kesabarannya dan ketabahan kita. Kita juga harus bersyukur masih di beri nikmat, jasmani dan rohani. Lihat pengemis-pengemis di jalan. Ada yang kehilangan salah satu tubuhnya. Seperti kaki, tangan. Kita harus bersyukur dengan ini semua. Jangan pernah bilang Allah itu tidak Adil. Karna di setiap cobaan Allah akan menunjukan jalannya” kata Ibunya. Dika menganggukan kepalanya.
“Gitu ya Bu? Bu aku menemukan buku tabungan beserta kartu ATM apa kita pakai saja buat bayar kontrakan dan hutang kita? Mungkin ini jalan yang di berikan Allah” kata Dika menunjukan buku tabungannya.
“Nak jangan pernah mengambil barang yang bukan milik kita. Itu gak baik”
“Tapi Bu, ini satu-satunya harapan kita.”
“Jangan Nak. Pokoknya kamu balikan ke pemiliknya.” Kata Ibu.
“Yaudah deh Bu. Besok aku balikan ke pemiliknya. Tapi gimana caranya kita bisa bayar semua hutang?” Dika masih bimbang.
“Anakku jangan pernah memakai barang yang bukan milik kita. Balikan ya Nak, urusan itu nanti kita pikirkan lagi” kata Ibu meyakinkan Dika.
“iya Bu”
Pagi-pagi sekali sehabis solat subuh, Dika menyiapkan sarapan pagi untuk Adik-adiknya dan Ibunya. Selesai itu, Dika langsung bergegas berangkat ke alamat yang dituju.
“Ibu Dika berangkat dulu ya.” Pamit Dika.
“Ya Nak. Hati-hati ya. Ini ada uang lima ribu buat jaga-jaga kalo ada apa-apa. Ni Ibu bawakan air buat di perjalanan”
“Gak usah Bu. Uangnya di simpan aja buat Ibu”
“Gak pa-pa kok Nak. Ambil aja. Ingat ya Dika, balikan barang itu ke pemiliknya”
“Iya Bu, Dika akan balikan barang ini ke pemiliknya. Dika berangkat ya, Assalamuallaikum”
“Wa’allaikumsalam hati-hati ya nak”
Di perjalanan Dika sangat semangat untuk mengembalikan barang itu ke pemiliknya di kota Jakarta nan luas. Dika bertanya-tanya tentang alamat itu. Ternyata sangat jauh dari tempat tinggal Dika. Keringat bercucuran sampai baju yang di pakai basah, matahari juga mulai bersinar.
Sesampai di rumah itu Dika terpesona dengan rumah yang sangat megah dan indah itu. Dika menekan bel rumah
“Maaf mencari siapa ya?” Tanya Ibu setengah baya itu.
“Apa benar ini rumah Bapak Andi?”
“Iya benar. Ada apa ya?”
“Boleh saya bertemu dengannya?”
“Tunggu sebentar ya”
“Ada apa ya Nak?” Tanya Bapak Andi.
“Pak saya ingin mengembalikan barang yang terjatuh dan ada nama Bapak di buku ini”
“Astagfirullah’alazim. Ini punya saya. Terima kasih ya Nak.” Kata Pak Andi senang.
“Iya sama-sama Pak” kata Dika tersenyum
“Boleh saya minta alamat kamu?” Tanya Pak Andi sambil menyodorkan kertas kecil dan bulpoin.
“Ini Pak alamat rumah saya. Saya pamit dulu ya Pak”
“Iya..iya. sekali lagi terima kasih ya Nak”
“Iya Pak. Assalamuallaikum”
“Wa’allaikumsalam”
Dua minggu kemudian Pak Andi datang ke rumah Dika. Tapi rumahnya sepi, ternyata Dika sudah di usir oleh Ibu kontrakan itu. Pak Andi sangat kecewa karna baru saja Ia ingin mengasih sebagian rezekinya dari Undian Bank. Saat di perjalanan tidak jauh dari pasar tempat Dika berjualan Pak Andi bertemu dengan Dika yang sedang berjualan sayur kangkung dan ubi. Pak Andi langsung meminggirkan mobilnya ke tepi jalan dan turun menghampiri Dika.
“Permisi, kamu yang dulu pernah mengembalikan buku tabungan dan ATM saya kan?” kata Pak Andi.
“Eh Pak Andi. Iya saya Pak. Ada apa ya Pak?” kata Dika langsung mencium tangan Pak Andi.
“Boleh saya minta waktu sebentar?”
“Boleh. Memang ada apa Pak?”
“Sekarang kamu tinggal dimana? Tadi Bapak ke rumah kamu tapi sepi, katanya kamu sudah pindah?” Tanya Pak Andi, Dika hanya tertunduk.”Kenapa Nak? Cerita sama Bapak?”
“Kami sudah di usir dari kontrakan karna kami tak sanggup membayar kontrakan tiga bulan dan kami tak sanggup membayar hutang Ibu. Ayah saya sudah meninggal waktu saya masih Sekolah Dasar. Jadi saya yang membantu Ibu berjualan sayur dan Ubi. Ibu saya sakit-sakitan terus. Sekarang…” Dika langsung meneteskan air matanya dan menarik nafas untuk melanjutkan ceritanya lagi. “Sekarang Ibu saya meninggal. Kami tak sanggup untuk membawa Ibu ke dokter. Saya kehilangan kedua orang tua saya lagi Pak” Dika menangis dengan keras karna Dika masih tidak rela kehilangan Ibunya yang selalu merawat Dika dan yang selalu memberi semangat dalam mengahadapi hidup yang berliku ini.
“Sekarang kamu tinggal sama siapa?” Tanya Pak Andi. Hatinya terpukul ketika mendengar cerita Dika, karna Ia terlambat untuk mengetahui ini semua.
“Saya tinggal di kolong jembatan Pak bersama tiga adik-adik saya” kata Dika mengelap air matanya.
“Nak, karna kamu sudah mengembalikan buku tabungan beserta ATM saya, saya ingin membalas kebaikan kamu itu, zaman sekarang jarang sekali ada orang yang mau mengemblikan barang yang bukan miliknya, tapi kamu mau mengembalikan itu dengan susah payah kamu jauh-jauh ke rumah saya. Dan kebetulan saya mendapatkan undian, saya akan serahkan sebagiannya untuk kamu dan adik-adik mu” kata Pak Andi tulus. Dika hanya diam membisu mendengar itu semua.
“Bapak serius?” Tanya Dika tak percaya.
“Iya lah Nak” jawab Pak Andi tersenyum.
“Terima kasih banyak Pak” kata Dika langsung memeluk Pak Andi seolah Anak dengan Bapak. Sampai Dika meneteskan air matanya.
“Sama-sama Nak” Pak Andi membalas pelukannya.”Ada lagi yang mau Bapak tanyakan ke Dika”
“Apa Pak?”
“Maukah kamu dan adik-adikmu saya angkat sebagai anak saya?” Tanya Pak Andi. Mata Dika berbinar-binar mendengar kata-kata Pak Andi itu.
“Bapak mau angkat saya dan adik-adik saya sebagai anak?” Tanya Dika tak percaya. Pak Andi menganggukan kepalanya dengan mantap sambil tersenyum. Dika langsung memeluk Pak Andi. Karna Dika akan mendapatkan kasih sayang lagi dari seorang ayah.
Perasaan Dika sangat senang begitu pun dengan adik-adiknya karna mereka di biayai untuk sekolah dan tinggal bersama Pak Andi. Jadi janganlah kamu beranggapan bahwa Allah tak adil. Setiap cobaan pasti Allah akan memberikan jalan keluar. Dan Allah telah memberikan jalan yang terbaik untuk orang-orang yang taat padanya. Di balik semua itu akan ada hikmahnya.
selesai
“Ntar kamu kecapekan. Ibu gak kenapa-kenapa kok” jawab Ibunya yang masih terbaring lemas di kasur yang terbuat dari papan dan kardus.
“Ibu itu sakit. Aku gak mau Ibu tambah parah gara-gara kecapekan. Biar aku aja yang jualan”
“Makasih ya Nak. Hati-hati ya…”
“Gak usah bilang makasih Bu. Sebagai anak tertua aku harus membantu Ibu. Aku berangkat dulu ya Bu. Assalamualaikum” kata Dika mencium tangan Ibunya.
“Iya Nak. Wa’alaikumsalam”
“Dek jaga Ibu ya. Kalo Ibu minta apa-apa tolong bantuin” kata Dika ke Adiknya Suci.
“Iya Kak”
Sesampai di Pasar…
“Heh… Ibu kamu tuh belum bayar kontrakan tiga bulan, terus Ibu kamu tuh belum bayar utang!! Kapan mau bayar?” kata Ibu-ibu yang memakai perhiasan sangat banyak di leher,tangan, dan telinga.
“Maaf Bu. Ibu saya belum ada Uang. Apalagi Ibu saya sedang sakit, kami saja gak sanggup untuk membeli obat”
“Bodo amat. Mau sakit mau mati itu bukan urusan saya. Yang penting bayar uang kontrakan dan utang Ibu mu itu!!” bentak Ibu-ibu itu. Orang yang lalu lalang memperhatikan mereka.
“Saya usahain akan membayar semuanya. Tapi saya mohon pengertiannya Bu. Beri waktu lagi buat saya” kata Dika memohon.
“Kamu sama aja kayak Bapakmu itu. Bosen saya ngedengernya! Saya beri waktu seminggu lagi. Kalo sampai gak bayar juga saya usir kamu dari kontrakan saya”
“Iya Bu” kata Dika tertunduk lemas.
Dika berjalan dengan lemas sambil menuntun sepedanya. Hari ini dagangannya sepi. Dika masih memikirkan bagaimana cara membayar utang-utang itu semua. Adzan zuhur telah berkumandan, Dika mampir ke mushola untuk sholat.
Dika melanjutkan jalannya lagi di jalan Dika melihat benda terjatuh. Dika mengambil benda itu, ternyata benda itu adalah tabungan beserta kartu ATM. Dika langsung berpikir kemana-mana. Antara untuk di pakai buat bayar utang dan obat untuk Ibunya. Tapi Dika memilih untuk bertanya dahulu ke Ibunya.
Sesampai di rumah…
“Kak Ibu dari tadi batuk-batuk terus. Mukanya pucat” kata Adiknya gugup. Dika langsung menjatuhkan sepedanya di depan halaman.
“Ibu kenapa?” Tanya Dika ketakutan.
“Ibu Cuma batuk-batuk saja. Ibu gak kenapa-kenapa kok Nak.” Kata Ibunya tersenyum berusaha membuat anaknya tenang. Walaupun Ia merasa sangat sakit.
“Maafin aku Bu. Aku gak bisa bawa Ibu ke dokter. Aku anak yang gak berguna.” Kata Dika terisak tangis dan merasa bersalah sebagai anak yang tertua.
“Tadi Ibu kontrakan ke pasar. Dia bilang kita harus lunasin uang kontrakan tiga bulan dan hutang-hutang kita. Kita di kasih waktu hanya seminggu” tangisan Dika makin keras. Ibunya berusaha bangun dari tempat tidur dan memeluk Dika.
“Anak ku, jangan suka menyalahkan diri sendiri, kita harus tabah dan sabar menghadapi cobaan ini. Rajin-rajinlah kamu solat, berdoa dan mengaji, semoga Allah mendengar semuanya. Dan membantu kita yang dalam kesulitan ini.” Kata Ibunya menenangkan Anaknya. Ibunya selalu tabah dan sabar menghadapi cobaan yang Ia hadapi.
“Kenapa Allah gak adil dengan kita!! Kenapa orang-orang yang tidak taat dengannya harus mendapatkan kebahagiaan?” kata Dika sambil menangis meratapi kehidupannya yang begitu banyak cobaan.
“Anakku Allah Maha Adil dan Maha Mendengar. Kita sedang di uji kesabarannya dan ketabahan kita. Kita juga harus bersyukur masih di beri nikmat, jasmani dan rohani. Lihat pengemis-pengemis di jalan. Ada yang kehilangan salah satu tubuhnya. Seperti kaki, tangan. Kita harus bersyukur dengan ini semua. Jangan pernah bilang Allah itu tidak Adil. Karna di setiap cobaan Allah akan menunjukan jalannya” kata Ibunya. Dika menganggukan kepalanya.
“Gitu ya Bu? Bu aku menemukan buku tabungan beserta kartu ATM apa kita pakai saja buat bayar kontrakan dan hutang kita? Mungkin ini jalan yang di berikan Allah” kata Dika menunjukan buku tabungannya.
“Nak jangan pernah mengambil barang yang bukan milik kita. Itu gak baik”
“Tapi Bu, ini satu-satunya harapan kita.”
“Jangan Nak. Pokoknya kamu balikan ke pemiliknya.” Kata Ibu.
“Yaudah deh Bu. Besok aku balikan ke pemiliknya. Tapi gimana caranya kita bisa bayar semua hutang?” Dika masih bimbang.
“Anakku jangan pernah memakai barang yang bukan milik kita. Balikan ya Nak, urusan itu nanti kita pikirkan lagi” kata Ibu meyakinkan Dika.
“iya Bu”
Pagi-pagi sekali sehabis solat subuh, Dika menyiapkan sarapan pagi untuk Adik-adiknya dan Ibunya. Selesai itu, Dika langsung bergegas berangkat ke alamat yang dituju.
“Ibu Dika berangkat dulu ya.” Pamit Dika.
“Ya Nak. Hati-hati ya. Ini ada uang lima ribu buat jaga-jaga kalo ada apa-apa. Ni Ibu bawakan air buat di perjalanan”
“Gak usah Bu. Uangnya di simpan aja buat Ibu”
“Gak pa-pa kok Nak. Ambil aja. Ingat ya Dika, balikan barang itu ke pemiliknya”
“Iya Bu, Dika akan balikan barang ini ke pemiliknya. Dika berangkat ya, Assalamuallaikum”
“Wa’allaikumsalam hati-hati ya nak”
Di perjalanan Dika sangat semangat untuk mengembalikan barang itu ke pemiliknya di kota Jakarta nan luas. Dika bertanya-tanya tentang alamat itu. Ternyata sangat jauh dari tempat tinggal Dika. Keringat bercucuran sampai baju yang di pakai basah, matahari juga mulai bersinar.
Sesampai di rumah itu Dika terpesona dengan rumah yang sangat megah dan indah itu. Dika menekan bel rumah
“Maaf mencari siapa ya?” Tanya Ibu setengah baya itu.
“Apa benar ini rumah Bapak Andi?”
“Iya benar. Ada apa ya?”
“Boleh saya bertemu dengannya?”
“Tunggu sebentar ya”
“Ada apa ya Nak?” Tanya Bapak Andi.
“Pak saya ingin mengembalikan barang yang terjatuh dan ada nama Bapak di buku ini”
“Astagfirullah’alazim. Ini punya saya. Terima kasih ya Nak.” Kata Pak Andi senang.
“Iya sama-sama Pak” kata Dika tersenyum
“Boleh saya minta alamat kamu?” Tanya Pak Andi sambil menyodorkan kertas kecil dan bulpoin.
“Ini Pak alamat rumah saya. Saya pamit dulu ya Pak”
“Iya..iya. sekali lagi terima kasih ya Nak”
“Iya Pak. Assalamuallaikum”
“Wa’allaikumsalam”
Dua minggu kemudian Pak Andi datang ke rumah Dika. Tapi rumahnya sepi, ternyata Dika sudah di usir oleh Ibu kontrakan itu. Pak Andi sangat kecewa karna baru saja Ia ingin mengasih sebagian rezekinya dari Undian Bank. Saat di perjalanan tidak jauh dari pasar tempat Dika berjualan Pak Andi bertemu dengan Dika yang sedang berjualan sayur kangkung dan ubi. Pak Andi langsung meminggirkan mobilnya ke tepi jalan dan turun menghampiri Dika.
“Permisi, kamu yang dulu pernah mengembalikan buku tabungan dan ATM saya kan?” kata Pak Andi.
“Eh Pak Andi. Iya saya Pak. Ada apa ya Pak?” kata Dika langsung mencium tangan Pak Andi.
“Boleh saya minta waktu sebentar?”
“Boleh. Memang ada apa Pak?”
“Sekarang kamu tinggal dimana? Tadi Bapak ke rumah kamu tapi sepi, katanya kamu sudah pindah?” Tanya Pak Andi, Dika hanya tertunduk.”Kenapa Nak? Cerita sama Bapak?”
“Kami sudah di usir dari kontrakan karna kami tak sanggup membayar kontrakan tiga bulan dan kami tak sanggup membayar hutang Ibu. Ayah saya sudah meninggal waktu saya masih Sekolah Dasar. Jadi saya yang membantu Ibu berjualan sayur dan Ubi. Ibu saya sakit-sakitan terus. Sekarang…” Dika langsung meneteskan air matanya dan menarik nafas untuk melanjutkan ceritanya lagi. “Sekarang Ibu saya meninggal. Kami tak sanggup untuk membawa Ibu ke dokter. Saya kehilangan kedua orang tua saya lagi Pak” Dika menangis dengan keras karna Dika masih tidak rela kehilangan Ibunya yang selalu merawat Dika dan yang selalu memberi semangat dalam mengahadapi hidup yang berliku ini.
“Sekarang kamu tinggal sama siapa?” Tanya Pak Andi. Hatinya terpukul ketika mendengar cerita Dika, karna Ia terlambat untuk mengetahui ini semua.
“Saya tinggal di kolong jembatan Pak bersama tiga adik-adik saya” kata Dika mengelap air matanya.
“Nak, karna kamu sudah mengembalikan buku tabungan beserta ATM saya, saya ingin membalas kebaikan kamu itu, zaman sekarang jarang sekali ada orang yang mau mengemblikan barang yang bukan miliknya, tapi kamu mau mengembalikan itu dengan susah payah kamu jauh-jauh ke rumah saya. Dan kebetulan saya mendapatkan undian, saya akan serahkan sebagiannya untuk kamu dan adik-adik mu” kata Pak Andi tulus. Dika hanya diam membisu mendengar itu semua.
“Bapak serius?” Tanya Dika tak percaya.
“Iya lah Nak” jawab Pak Andi tersenyum.
“Terima kasih banyak Pak” kata Dika langsung memeluk Pak Andi seolah Anak dengan Bapak. Sampai Dika meneteskan air matanya.
“Sama-sama Nak” Pak Andi membalas pelukannya.”Ada lagi yang mau Bapak tanyakan ke Dika”
“Apa Pak?”
“Maukah kamu dan adik-adikmu saya angkat sebagai anak saya?” Tanya Pak Andi. Mata Dika berbinar-binar mendengar kata-kata Pak Andi itu.
“Bapak mau angkat saya dan adik-adik saya sebagai anak?” Tanya Dika tak percaya. Pak Andi menganggukan kepalanya dengan mantap sambil tersenyum. Dika langsung memeluk Pak Andi. Karna Dika akan mendapatkan kasih sayang lagi dari seorang ayah.
Perasaan Dika sangat senang begitu pun dengan adik-adiknya karna mereka di biayai untuk sekolah dan tinggal bersama Pak Andi. Jadi janganlah kamu beranggapan bahwa Allah tak adil. Setiap cobaan pasti Allah akan memberikan jalan keluar. Dan Allah telah memberikan jalan yang terbaik untuk orang-orang yang taat padanya. Di balik semua itu akan ada hikmahnya.
selesai